Bicara soal memiliki bayi perempuan atau laki-laki, banyak yang percaya kalau hal itu merupakan takdir. Ada pula yang percaya kalau jenis kelamin bayi ditentukan oleh gen ayah. Tapi, tak sedikit yang percaya bila jenis kelamin bayi bisa “diusahakan” dengan mengonsumsi jenis makanan tertentu. Begitu pula dengan hasil penelitian yang baru saja dirilis oleh Swiss National Science Foundation ini.
Para peneliti menemukan, perempuan yang memiliki pekerjaan dengan tingkat stres tinggi cenderung melahirkan bayi perempuan ketimbang laki-laki. Pasalnya, keadaan stres akan mempengaruhi pembentukan kelamin bayi. Hal tersebut juga banyak terjadi di kawanan hewan yang menjadi contoh penelitian.
Sebuah teori yang dikenal dengan hipotesa Trivers-Willard juga berisi tentang pendapat yang sama. Dikatakan bahwa kondisi kesehatan tubuh ibu bisa menentukan jenis kelamin anaknya. Sebagai contoh, seorang ibu yang memiliki tubuh sehat, cenderung melahirkan anak laki-laki.
Karena anak laki-laki dipercaya bisa menghasilkan lebih banyak keturunan ketimbang perempuan, maka tubuh sang ibu harus benar-benar dalam kondisi sehat untuk bisa “membuat” anak laki-laki. Sebaliknya, ibu dengan kondisi tubuh yang kurang sehat dan cenderung stres, lebih mungkin memiliki bayi perempuan.
Peter Neuhaus, seorang biologis dari University of Calgary, Kanada menilai bahwa pembentukan jenis kelamin bayi tak sesederhana itu. Walau keadaan stres bisa berpengaruh terhadap pembentukan jenis kelamin bayi, namun masih ada faktor lain yang turut mempengaruhi, mulai dari genetik, makanan, maupun lingkungan.
Meski tak ada jawaban yang mutlak, para peneliti cukup yakin bahwa jenis pekerjaan yang berkaitan dengan tingkat stres maupun kesehatan ibu hamil, sedikit banyak akan memengaruhi jenis kelamin bayi kelak. Sehingga, untuk para ibu yang mendamba memiliki anak laki-laki misalnya, disarankan untuk lebih sehat sejak awal masa kehamilan.