Rahasia di Balik Amarah
Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Suatu ketika Abdullah Bin Umar radhiya Allahu ‘anhuma bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah ‘Azza wa Jalla?” Rasul langsung menjawab, ”Jangan marah!” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka.
Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ”Jangan marah!” Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ”Dan bagimu adalah surga!” Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.
Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ”Saya lebih baik darinya (Adam–Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.
Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.
Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.
Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama, cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk). Kedua, lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji). Ketiga, cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).
Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah? Wa Allahu a’lam.
Sumber: Republika.co.id